Sepri Yunarman |
Untuk
mengetahui sosok-sosok pemimpin dramaturgis ada beberapa indikasi atau
ciri-ciri yang dapat dilihat. Pertama,
pemimpin dramaturgis memiliki ciri yakni banyak bicara sedikit kerja. Dimanapun
dan kapanpun, ia sedikit-sedikit bicara (bukan bicara sedikit-sedikit),
sedikit-sedikit memerintah, sedikit-sedikit berceloteh baik di televisi maupun
di media cetak. Sehingga waktunya hanya banyak dihabiskan untuk berbicara saja
tanpa ada kerja yang nyata. Padahal pemimpin sejati itu tidak harus banyak
bicara, akan tetapi lebih banyak meluangkan waktu untuk mendengar serta lebih
banyak bekerja.
Kedua, pemimpin dramaturgis adalah pemimpin yang lebih
berorientasi pada popularitas daripada integritas. Inginnya selalu dipuji dan
dipuja oleh setiap orang. Bahkan ia menggunakan media-media demi pencitraan dan
popularitasnya.
Ketiga, pemimpin dramaturgis biasanya lebih suka kampanye
lewat foto daripada ketemu langsung dengan masyarakat. Beribu poster, famflet
ataupun baliho ditebar dan dipasang ke setiap pelosok. Kadangkala banyak
masyarakat yang bertanya, bagaimanakah
wajah yang aslinya, karena kalau melihat wajah yang ada digambar maka terlihat
begitu mempesona apalagi dengan atribut kopiah dan selendangnya yang
mengesankan lambang kesucian. Padahal belum tentu demikian kondisi yang
sebenarnya.
Keempat, ciri berikutnya adalah kemunculannya yang tiba-tiba.
Biasanya ia mulai tampak ke publik hanya mendekati moment pilkada saja itupun
jika kalah maka sosoknyapun hilang entah kemana. Saat ini sangat banyak kita
lihat bagaimana kemunculan orang-orang baru saat mendekati proses pilkada.
Sering masyarakat dibuat bingung tentang siapa mereka, dari mana asal usul
mereka, dan apa tujuan mereka.
Memang tidak ada salahnya ketika mereka ingin
ikut sebuah pesta demokrasi, toh mereka juga anak bangsa. Akan tetapi, yang
menjadi perhatiannya adalah kemana mereka selama ini? Apa yang telah mereka
perbuat terhadap masyarakat? Kadang-kadang yang juga membingungkan adalah
ketika mendekati moment pilkada, muncul wajah-wajah mereka di berbagai media,
diikuti pula oleh berbagai cercaan mereka terhadap kelemahan dan kekurangan
pemerintah yang sedang berkuasa. Padahal selama ini mereka diam -entah
bersemedi atau bersembunyi- tanpa ikut menawarkan solusi kepada pemerintah.
Sebagai
sesama anak bangsa, perbuatan pemimpin dramaturgis sungguh menyakitkan hati dan
melukai perasaan rakyat. Tentu kejadian hadirnya pemimpin dramaturgis jangan
sampai terulang kembali! Cukup sudah penderitaan rakyat. Masyarakat harus jeli
dalam menilai dan memilih pemimpin kedepan. Saat ini moment yang tepat bagi rakyat
untuk melakukan perubahan dan memboikot pemimpin dramaturgis.
Pilkada
serentak tahun 2015 tinggal hitungan hari. Saat ini semua kandidat sibuk
memamerkan diri untuk dipilih menjadi pemimpin. Terkhusus untuk Provinsi
Bengkulu, pesta rakyat lima tahunan akan segera tiba untuk memilih calon
gubernur dan wakil gubernur. Masing-masing kandidat mulai memainkan strategi
untuk merebut simpati rakyat. Rakyat mulai dijajahi dengan berbagai macam
dagangan politik. Setiap pedagang melakukan berbagai macam trik dan ragam untuk
mempengaruhi selera konsumen.
Mari kita
awasi orang-orang tersebut. Cermati track recordnya. Jangan sampai rakyat
tertipu lagi. Pilihlah pemimpin yang benar-benar baik (front stage dan back
stage) dan memiliki komtetensi dan serta kecakapan dalam memimpin. Pilihlah
dengan kecerdasan karena masih banyak pemimpin sejati di negeri ini. Jangan
pilih hanya karena saudara apalagi karena rupiah. (*)
0 komentar:
Posting Komentar