-

  • Latest News

    Kamis, 06 Maret 2014

    Mahyeldi yang Saya Kenal | by Afrianto Daud


    Oleh: Afrianto Daud
    PhD Candidate, Monash University

    Saya akan sedikit bercerita tentang beberapa penggal catatan pengalaman saya berinteraksi dengan sosok bernama Mahyeldi Ansharullah yang saat ini menjabat sebagai sebagai wakil walikota Padang dan kembali mencalonkan diri menjadi calon walikota Padang periode 2013-2018. Nama ini cukup populer di kalangan aktivis dakwah kampus era 90-an di kota Padang, karena Mahyeldi muda pada waktu itu adalah salah seorang Ustadz muda yang aktif mengisi berbagai pelatihan dan atau daurah dakwah kampus yang bersemi di beberapa kampus besar di kota Padang pada periode itu.

    Pertemuan saya pertama kali dengan Mahyeldi adalah ketika saya ikut sebagai peserta Orientasi Anggota Baru Unit Kegiatan Dakwah Kampus (UKK) IKIP Padang pada tahun 1995. Mahyeldi Ansharullah adalah nama yang tercatat sebagai salah seorang pembicara pada kegiatan ini. Walaupun bukan sebagai seorang yang memiliki latar belakang pendidikan agama formal, namun semangat Mahyeldi dalam mendakwahkan Islam terlihat sangat menggelora.

    Aura semangatnya bisa jelas terlihat dalam setiap hentakan katanya yang menggelegar ketika membahas kondisi ummat Islam yang terpuruk, dan kepeduliannya pada setiap usaha perbaikan generasi muda Islam. Karena semangatnya inilah kemudian belakangan saya dengar dia digelari sebagai ‘Umar’nya dakwah kampus kota Padang pada waktu itu. Semanagat dan pengorbanannya untuk dakwah Islam, misalnya, terlihat dengan keberaniannya naik sepeda motor tua menerobos angin, hujan dan kegelapan malam dari Padang ke Kab. Kericinci ‘hanya’ untuk mengisi sebuah taklim dan pembinaan masyarakat di sana.

    Setelah menjadi anggota baru pada kegiatan dakwah kampus IKIP Padang, saya semakin sering bertemu dan berinteraksi dengan beliau. Interaksi itu tidak hanya di ruang-ruang pelatihan di kampus, atau di masjid, namun juga di lapangan terbuka ketika saya beberapa kali bersama beliau dalam kegiatan outound berupa perkemahan. Interaksi saya semakin intens ketika saya pernah tinggal di markas PKS Sumbar dimana waktu itu Mahyeldi adalah ketua umumnya. Saya ikut menjadi ’seksi sibuk’ (baca: bersih-bersih ^_^) sebelum dan setelah pengurus DPW rapat di markas. Kami pernah berkeliling Sumbar bersama tim aksi peduli PKS Sumbar atas musibah banjir dan longsor yang pernah melanda Sumatera Barat pada sekitar tahun 2000.

    Selama saya berinteraksi dengan Mahyeldi, salah satu karakter yang menonjol dari beliau - selain semangat berdakwah yang bergelora seperti yang saya sebut di atas - adalah sifat kesederhanaannya dalam bergaul sesama. Dia tidak akan risih berbaur dengan kami para junior yang jauh berada di bawahnya. Kesederhanaan itu sudah terlihat sejak dia menjadi pimpinan Yayasan Pendidikan Al Madani dulu, ketika dia dan keluarga hidup sederhana dan berbaur sangat baik dengan kami mahasiswa. Seorang teman yang pernah berkunjung ke rumah dinas Mahyeldi saat menjabat wakil walikota pernah mengaku ‘risih’ dan ’sungkan’ sekali saat bertemu Mahyeldi, karena dimatanya Mahyeldi ‘terlalu baik’ untuk ukuran seorang pejabat publik. “Dia sangat rendah hati,” kata teman saya itu.

    Kepeduliannya terhadap orang lain adalah diantara karakternya. Cukup banyak teman-teman saya yang bercerita bagaimana Mahyeldi dan keluarga pernah membantu kesulitan mereka saat dulu menjadi mahasiswa. Saya dan keluarga juga pernah mengalami ini. Sebuah kepedulian yang mungkin akan tetap saya ingat, meskipun mungkin beliau sendiri sudah lupa.

    Ceritanya adalah ketika kami dianugerahkan anak pertama, Raudhatul Jannah. Sebagai keluarga muda yang baru mulai menata kehidupan berumah tangga, kami berusaha hidup mandiri di kota Padang, jauh dari keluarga besar saya dan atau keluarga istri saya. Kemandirian itu berlanjut saat istri saya akan melahirkan anak pertama. Sedikit panik dan gugup, karena itu adalah pengalaman pertama kami mengurus kelahiran bayi, akhirnya bayi itu lahir dengan selamat. Adalah sebuah kebahagiaan sendiri bagi kami bisa melalaui proses kelahiran anak pertama tanpa ‘menyusahkan’ anggota keluarga kami yang lain. Walau tentu, segera setelah kelahiran itu, kami mengabarkan berita gembira itu kepada seluruh keluarga dekat dan beberapa teman.

    Dan pagi itu orang tua saya dalam perjalanan dari Pesisir Selatan menuju Padang untuk menjenguk cucunya yang baru lahir. Dan yang bikin surprise adalah selang satu jam setelah kelahiran anak kami, terdengar pintu ruang persalinan dimana istri saya melahirkan diketuk dan terdengar salam. Dan, ternyata yang datang adalah sepasang suami istri, sosok lelaki bersahaja, berjenggot lebat dengan rambut mulai memutih, Mahyeldi Ansharullah bersama istrinya. Waktu itu Mahyeldi adalah ketua DPW PKS Sumbar. Setelah dipersilahkan masuk, Mahyeldi menyalami dan memeluk saya, seraya mengucapkan selamat telah jadi ayah. Saya tentu surprise tak menduga bisa mendapat kunjungan secepat itu. Entah darimana Mahyeldi mendengar berita kelahiran anak kami (mungkin dari SMS yang saya kirim ke beberapa teman). Terus terang, kedatangan Mahyeldi dan keluarga sebagai pihak pertama yang mengunjungi anak kami menjadi catatan tersendiri bagi saya dan keluarga.

    Kisah-kisah positif tentang Mahyeldi cukup banyak saya dengar dari teman-teman saya yang lain. Jauh sebelum Jokowi mempopulerkan istilah blusukan, Mahyeldi telah lama mempraktikkannya, bahkan sebelum dia menjadi pejabat publik. Terakhir saya bertemu dengannya ketika mengunjungi dan memberi bantuan untuk warga kota Padang yang menjadi korban gempa sekitar tahun 2007. Setelah itu saya hampir tak pernah bertemu fisik dengannya. Termasuk ketika dia menjadi wakil walikota Padang sekarang.

    Entah mengapa, saya punya kecenderungan ‘menghindar’ bertemu dengan orang-orang yang saya kenal ketika mereka menjadi pejabat publik. Termasuk ketika Mahyeldi dan rombongan walikota Padang mengunjungi korban langsor di Tanah Datar beberapa tahun yang lalu. Saya sengaja menutup kepala saya dengan helm gelap, dan berbaur bersama masyarakat yang menyambut kedatangan bapak wakil walikota Padang itu. Dari balik kaca gelap helm, saya perhatikan lelaki asal Bukittinggi itu masih seperti dulu, terlihat bersahaja, berjenggot putih, dan tetap bersemangat seperti saat di kampus dulu.

    Saya doakan semoga lelaki ini tetap Istiqomah dengan kebersahajaan ini, tetap sehat dan panjang umur, sehingga bisa semakin berkhidmat kepada Masyarakat. Salam dari saya dan keluarga.

    Melbourne,Australia

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Mahyeldi yang Saya Kenal | by Afrianto Daud Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top