oleh : Ardhi Murcahya
“Akh, untuk ke jogja APV sewanya 300 ribu per 12 jam belum termasuk BBM dan makan supir” . Begitulah bunyi SMS di HP salah seorang Al-Akh yang akan merencanakan rihlah bersama binaannya ke pantai depok Jogjakarta. “Mahal sekali Akh ?” Begitu balas SMS al akh tersebut, “ Mbok yao harga ukhuwah tho akh?”
***
Sering kita mengalami dialog seperti diatas, ketika dalam keseharian kita berinteraksi dengan dengan ikhwah yang oleh Allah diberikan keleluasaan rizki untuk mengelola bisnisnya. Maka kita sebagai saudara dari ikhwah tersebut seperti terpanggil untuk meminta “hak” semacam Privilege yang sering kita menyebutnya dengan sebutan “harga ukhuwah”. Maksudnya adalah harga khusus yang berbeda dengan harga normal yang diberlakukan kepada semua pelanggan, dan tentunya pasti harga tersebut lebih murah.
Mungkin paradigm yang dibangun adalah benar, al –akh tersebut membangun bisnis dilingkungan ikhwah dan jama’ah ikut serta membesarkan bisinisnya. Sehingga terkadang kita merasa perlu meminta jatah “upeti” karena kita adalah bagian dari anggota jama’ah. Dan terbentuklah sebuah kata “harga ukhuwah”
Tapi Sebelumnya kita pahami dulu, Ukhuwah adalah buah dari manisnya keimanan. Kita bersama dijalanNya, karena kita memiliki kesamaan-kesamaan. Kesamaan visi, kesamaan misi dan kesamaan gerak. Dan yang paling mendasari diatas itu semua adalah kesamaan keyakinan atau iman. Maka timbulah apa yang dinamakan dengan ukhuwah. Seperti yang kita ketahui, iman adalah diyakini di hati di lafadzkan lisan dan di buktikan perbuatan tapi karena sifat-sifat dari hati, lisan dan perbuatan yang sukar diprediksi validitasnya maka letak kualitas iman seseorang adalah pada bagaimana kualitas hubungan interpersonalnya terhadap sesama mukmin, sesama manusia maka timbulah yang dinamakan ukhuwah.
Maka muncullah sebuah hadits Rasulullah “Laa yu’minu ahadukum hatta yuhibbu li akhy maa yuhibbu linafsih” tidak beriman seseorang diantara kamu hingga mampu mampu mencintai saudaranya melebihi cintanya kepada diri sendiri. Dalam konteks hadits tersebut berarti kita tangkap mengutamakan orang lain, atau berusa sekuat tenaga memberikasn manfaat bagi orang lain sesame mukmin sebagai wujud ada nya iman dihati. Kita sering menyebutnya sebagai sebuah “Itsar” yaitu mengutamakan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi, sebagai sebuah tingkatan ukhuwah tertinggi sementara terendahnya adalah berprasangka baik pada sesama mukmin.
Sekarang kita kembali lagi pada “Harga Ukhuwah”, yah kalo paradigma yang dibangun adalah paradigm al-akh pemilik bisnis tentunya benar. Dengan mengorbankan sedikit keuntungan untuk kepentingan jama’ah. Berarti itu adalah itsar dia kepada jama’ah ini. Nah, sekarang bagaimana bila kita yang meminta “harga ukhuwah” tersebut. Tentunya kita tidak boleh dong, menggunakan perspektif al-akh pemilik bisnis, ini dzalim namanya. “Laa yu’minu ahadukum hatta yuhibbu li akhy maa yuhibbu linafsih” kembali kita ke hadits tadi, bahwa bukti adanya iman adalah mencintai saudaranya melibihi cinta kepada diri kita sendiri. Jika kita meminta privilege atas nama harga ukhuwah yang berarti meminta harga lebih murah, pasti itu untuk keuntungan kita bukan ?? kita mendompleng nama ikhwah, mendompleng nama jama’ah, mencatut ukhuwah untuk kepentingan kita . Lantas apa ini yang dinsamakan itsar ??
Seharusnya kalau memang kita hendak meminta harga ukhuwah, seharusnya kalo dari perspektif kita adalah memberikan lebih dari harga normal tersebut. Jika kita meminta harga dibawah harga normal maka sungguh murah sekali kita menghargai sebuah ukhuwah yang seharusnya tinggi dan suci. Terakhir, hidup hidupilah dakwah dan jangan mencari hidup dari dakwah.Satu hal, Khoirunnaas anfa’uhumliin naas orang yang paling baik adalah orang paling besar manfaatnya untukorang lain bukan orang yang suka memanfaatka orang lain. Wallahu ‘Alam Bishawab. (pkslaweyan.org)
“Akh, untuk ke jogja APV sewanya 300 ribu per 12 jam belum termasuk BBM dan makan supir” . Begitulah bunyi SMS di HP salah seorang Al-Akh yang akan merencanakan rihlah bersama binaannya ke pantai depok Jogjakarta. “Mahal sekali Akh ?” Begitu balas SMS al akh tersebut, “ Mbok yao harga ukhuwah tho akh?”
***
Sering kita mengalami dialog seperti diatas, ketika dalam keseharian kita berinteraksi dengan dengan ikhwah yang oleh Allah diberikan keleluasaan rizki untuk mengelola bisnisnya. Maka kita sebagai saudara dari ikhwah tersebut seperti terpanggil untuk meminta “hak” semacam Privilege yang sering kita menyebutnya dengan sebutan “harga ukhuwah”. Maksudnya adalah harga khusus yang berbeda dengan harga normal yang diberlakukan kepada semua pelanggan, dan tentunya pasti harga tersebut lebih murah.
Mungkin paradigm yang dibangun adalah benar, al –akh tersebut membangun bisnis dilingkungan ikhwah dan jama’ah ikut serta membesarkan bisinisnya. Sehingga terkadang kita merasa perlu meminta jatah “upeti” karena kita adalah bagian dari anggota jama’ah. Dan terbentuklah sebuah kata “harga ukhuwah”
Tapi Sebelumnya kita pahami dulu, Ukhuwah adalah buah dari manisnya keimanan. Kita bersama dijalanNya, karena kita memiliki kesamaan-kesamaan. Kesamaan visi, kesamaan misi dan kesamaan gerak. Dan yang paling mendasari diatas itu semua adalah kesamaan keyakinan atau iman. Maka timbulah apa yang dinamakan dengan ukhuwah. Seperti yang kita ketahui, iman adalah diyakini di hati di lafadzkan lisan dan di buktikan perbuatan tapi karena sifat-sifat dari hati, lisan dan perbuatan yang sukar diprediksi validitasnya maka letak kualitas iman seseorang adalah pada bagaimana kualitas hubungan interpersonalnya terhadap sesama mukmin, sesama manusia maka timbulah yang dinamakan ukhuwah.
Maka muncullah sebuah hadits Rasulullah “Laa yu’minu ahadukum hatta yuhibbu li akhy maa yuhibbu linafsih” tidak beriman seseorang diantara kamu hingga mampu mampu mencintai saudaranya melebihi cintanya kepada diri sendiri. Dalam konteks hadits tersebut berarti kita tangkap mengutamakan orang lain, atau berusa sekuat tenaga memberikasn manfaat bagi orang lain sesame mukmin sebagai wujud ada nya iman dihati. Kita sering menyebutnya sebagai sebuah “Itsar” yaitu mengutamakan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi, sebagai sebuah tingkatan ukhuwah tertinggi sementara terendahnya adalah berprasangka baik pada sesama mukmin.
Sekarang kita kembali lagi pada “Harga Ukhuwah”, yah kalo paradigma yang dibangun adalah paradigm al-akh pemilik bisnis tentunya benar. Dengan mengorbankan sedikit keuntungan untuk kepentingan jama’ah. Berarti itu adalah itsar dia kepada jama’ah ini. Nah, sekarang bagaimana bila kita yang meminta “harga ukhuwah” tersebut. Tentunya kita tidak boleh dong, menggunakan perspektif al-akh pemilik bisnis, ini dzalim namanya. “Laa yu’minu ahadukum hatta yuhibbu li akhy maa yuhibbu linafsih” kembali kita ke hadits tadi, bahwa bukti adanya iman adalah mencintai saudaranya melibihi cinta kepada diri kita sendiri. Jika kita meminta privilege atas nama harga ukhuwah yang berarti meminta harga lebih murah, pasti itu untuk keuntungan kita bukan ?? kita mendompleng nama ikhwah, mendompleng nama jama’ah, mencatut ukhuwah untuk kepentingan kita . Lantas apa ini yang dinsamakan itsar ??
Seharusnya kalau memang kita hendak meminta harga ukhuwah, seharusnya kalo dari perspektif kita adalah memberikan lebih dari harga normal tersebut. Jika kita meminta harga dibawah harga normal maka sungguh murah sekali kita menghargai sebuah ukhuwah yang seharusnya tinggi dan suci. Terakhir, hidup hidupilah dakwah dan jangan mencari hidup dari dakwah.Satu hal, Khoirunnaas anfa’uhumliin naas orang yang paling baik adalah orang paling besar manfaatnya untukorang lain bukan orang yang suka memanfaatka orang lain. Wallahu ‘Alam Bishawab. (pkslaweyan.org)
0 komentar:
Posting Komentar