-

  • Latest News

    Selasa, 15 April 2014

    Tarbiyah Keluarga adalah Tarbiyah Umat

    PKSBengkulu - Seingat saya, pagi itu adalah hari akhir pekan, entah Sabtu atau Ahad. Seperti rumah-rumah tangga yang dihuni keluarga kecil tanpa pembantu pada umumnya, saya dan suami bekerja sama membersihkan atau membereskan ini itu di rumah. Suami siap menjemur pakaian yang sudah saya cuci, sementara saya sedang mengepel.

    Acara bersih-bersih ini tentunya diinterupsi beberapa kali oleh dua jundi kami yang meminta sarapan dan mandi. Hari itu, saya dan suami punya agenda yang berbeda, tetapi muaranya tetap sama. Suami saya harus menghadiri Musyawarah Ranting PKS Cibubur, sementara saya menghadiri training Cyber Army PKS Jakarta Timur.

    Adakah anak-anak kami tercerabut haknya mendapatkan jatah bermain bersama orangtuanya? Ya Allah, Engkau Mahatahu segala niat dan ikhtiar kami. Masing-masing saya dan suami membawa salah satu putra-putra kami. Saya membawa si adik sementara suami saya mengajak si sulung. Ya, adalah hal yang biasa acara-acara yang  sepertinya resmi ini dihadiri para peserta yang membawa serta anak-anaknya.

    Para orangtua bisa tetap menyimak acara sementara anak-anak disediakan tempat bermain bersama teman-temannya. Agenda atau acara-acara seperti ini adalah hal biasa. Tidak hanya pada akhir pekan atau libur, bisa juga pada hari-hari kerja yang membuat keluarga kami mengatur sedemikian rupa waktu agar tetap teratur urusan rumah, pekerjaan, dan masalah jamaah. Memangnya untuk apa? Tidak repot? Bukannya mengurus keluarga lebih utama?

    Oya, tentu saja! Mentarbiyah atau mendidik keluarga, membangun keluarga sakinah yang cinta Allah dan Rasul-Nya tentu tujuan kami meniti bahtera rumah tangga. Namun, apakah membangun keluarga itu cukup hanya mengajak suami, istri, dan anak-anak kita untuk patuh pada perintah Allah dan Rasulullah serta meninggalkan segala larangan-Nya? Tidak! Dibutuhkan
    satu kampung, bahkan satu negara untuk mendidik keluarga kita.

    Bagaimana pendapat kita ketika tersiar kabar bahwa ada seorang remaja yang memutuskan membunuh dirinya karena tidak lulus Ujian Negara? Apakah kita akan menutup mata dengan merebaknya fenomena anak-anak Sekolah Dasar yang amat terbiasa dengan pornografi atau pornoaksi? Akankah kita menutup pintu rumah, mengurung anak-anak hanya bergaul dengan kita karena khawatir akan kondisi “bahaya” di luar sana? Alih-alih  menjadi solusi, tindakan yang tidak bijak akan menjadi permasalahan baru yang bisa jadi memperburuk keadaan.

    Itulah sebabnya, perlu adanya lingkungan yang baik, dan kita adalah agen untuk menjadi penyeru kebaikan itu. Siap mendidik keluarga itu berarti siap mendidik umat! Itulah mengapa kami sekeluarga menetapkan diri untuk senantiasa dalam jamaah kebaikan, terus bertarbiyah (mempelajari Islam berkesinambungan), dan turut aksi mengamalkan sedikit ilmu yang telah kami cecap. Dan, jamaah yang kami cintai adalah jamaah orang-orang shalih insya Allah. Yang kini telah dikenal di bawah sebuah lembaga, Partai Keadilan Sejahtera. Tentunya sudah menjadi sunnatud dakwah5, sebuah jamaah akan “digoyang” sana-sini, terutama jamaah islamiah yang masuk ke ranah politik. “Islam beribadah itu akan dibiarkan. Islam berekonomi akan diawasi.

    Islam berpolitik itu akan dicabut seakar-akarnya”. Ini adalah ucapan terkenal dari tokoh sejarah yang dicintai umat Islam di Indonesia, Muhammad Natsir. Begitu pun yang dialami jamaah kami. Fitnah yang terkecil dari yang menyebutkan jamaah ini adalah jamaah sesat, Islam yang berbeda dengan yang ada, sampai fitnah-fitnah keji yang tersiar di media-media, mengenai korupsi atau asusila dari para qiyadah kami, begitu gencar menerpa untuk menghancurkan jamaah ini. Astaghfirullaahal ‘azhiim.

    Adakah kami, keluarga kecil ini, jundi-jundi dakwah yang berada di barisan paling akhir ini merasa kecewa? Merasakan marah atau sedih yang menyebabkan kami akhirnya meninggalkan jamaah ini? Jika Allah tidak meridhai kami untuk istiqamah, bias jadi terhapuslan rasa tsiqah (kepercayaan) kami kepada para qiyadah, juga tsabat (ketetapan) untuk istiqamah dalam berjamaah. Duhai, adalah wajar jika manusia kecewa, sedih, atau merasa dikhianati! Namun, sekali lagi kami beristighfar. Apakah ini niatan kami berada dalam jamaah? Bukankah karena Allah-lah kami ingin berada dalam sebuah jama’ah, yang senantiasa mengingatkan, mengajak, dan menyerukan kebaikan? Ya, bukan karena dalam jamaah ini ada Ustadz anu, Doktor itu, Profesor ini! Jadi, kalaulah ada dari bagian jamaah ini tersangkut masalah—yang belum jelas kesahihannya—lantas kami mutung sehingga menyebabkan kami tak lagi mau bersama dalam jamaah?

    Sungguh, betapa banyak hikmah dan anugerah yang telah kami rasakan selama berada dalam jamaah ini. Dari hal-hal sepele seperti adanya para akhawat6 yang turut membantu mengantarkan saya bersama para dua jundi pergi ke sana kemari bahkan untuk urusan di luar dakwah sekalipun; atau sigap membantu pekerjaan rumah ketika saya sedang sakit, sementara saya tak memiliki seorang  pembantu; sampai hal-hal yang besar seperti membantu kesulitan ekonomi salah seorang ikhwah yang sedang kesusahan; ataupun seseorang yang sedang mengalami kecelakaan.

    Tentunya masih banyak lagi kebaikan-kebaikan yang kami rasakan dalam indahnya berjamaah. Kalaulah ada rasa sakit, sedih, kecewa, itu berarti sebagian dari kami lebih melihat pada sosok semata. Sementara masih banyak kebaikan yang ada, dan tentu saja kita bisa menjadi pengingat jika terjadi penyimpangan, bukan justru meninggalkan, atau bahkan berbalik membenci sedemikian rupa. Ya Allah, kami mohon ridha-Mu pada jalan yang telah kami tempuh. Kami mohon istiqamahkan kami dalam jalan yang Engkau ridhai itu. Amin. )I(

    Oleh: Ummu Azzam

    _____
    Dikutip dari Buku “Pahlawan Dalam Diam”
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Tarbiyah Keluarga adalah Tarbiyah Umat Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top