Oleh: Herwan Saleh**
DUA ORANG kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Martoni, S.HI dan H
Suhandi, S.Sos alias Cu’ek yang duduk di DPRD Kabupaten Seluma,
Bengkulu periode 2009-2014 menjadi sepasang anak panah dakwah yang
dilepas dari busurnya sukses menolak suap dan melawan korupsi. Keduanya
menjadi hero dan pahlawan bagi masyarakat di daerahnya. Ini setelah
kasus gratifikasi proyek multi years senilai Rp 381,5 miliar anggota
DPRD Seluma oleh ’penguasa daerah’ tahun 2011 diungkap Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), hanya Martoni dan Cu’ek murni dinyatakan
tak terlibat.
Sebanyak 27 orang anggota
dewan Seluma yang berasal dari berbagai fraksi dan partai menerima suap
sebesar Rp 2,7 miliar lebih dari Bupati Seluma H Murman Effendi SE SH
MH, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) H Erwin Paman ST MM, dan Direktur
PT Puguk Sakti Permai (PSP) Ali Amra SE. Suap dimaksudkan agar anggota
dewan meloloskan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2010 Tentang
Peningkatan Dana Anggaran Pembangunan Infrastruktur Peningkatan Jalan
Dengan Konstruksi Hotmix dan Jembatan dan meloloskan perubahan Perda
12/2010 tersebut menjadi Perda Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Peningkatan
anggaran proyek tersebut dengan anggaran tahun jamak (multi years)
selama 5 tahun, dari 2011 sampai 2015, dari Rp 350 miliar menjadi Rp
381,5 miliar.
Sebenarnya ada seorang lagi
anggota dewan Seluma yang dinyatakan KPK tak terlibat kasus korupsi
tersebut, yakni Khairi Yulian S.Sos. Tapi diketahui, anggota dewan yang
satu ini merupakan Komisaris Utama PT PSP yang juga adik
kandung sang bupati. Sedangkan PT PSP yang menjadi pemenang tender
proyek tersebut secara defacto merupakan milik keluarga bupati Murman
Effendi. Sehingga, pihak yang benar-benar tidak terlibat suap hanya 2
orang dewan yang berasal dari PKS. PKS sendiri hanya punya 2 kursi di
DPRD Seluma hasil pemilu 2009 itu.
Kasus
gratifikasi Seluma ini menjadi kasus super besar di daerah. Pasalnya,
dilihat dari APBD, Seluma hanya ber-PAD (Pendapatan Asli Daerah) Rp 5,5
miliar di tahun 2011. Pelaku korupsi melibatkan bupati sebagai eksekutif
dan 27 orang dari 30 anggota dewan sebagai legislatif. Mahkamah Agung
(MA) memvonis kasus ini dengan putusan Nomor: 1391 K/PID.SUS/201 tanggal
6 Juni 2012 dengan ketua majelis hakim Artidjo Akotsar, sang bupati
dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan
kurungan. Terdakwa penyuap Murman Effendi yang sejak menjadi terdakwa
sebelumnya telah dinon aktifkan dari jabatannya,
kemudian dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b
UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Sementara
itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seluma, Erwin Paman dan Direktur PT
PSP, Ali Amra, masing-masing dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda
Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta,
Rabu (30/8/2012). Modus pemberian suap dilakukan dengan cara memberikan
cek BCA kepada 27 dewan, masing-masing 2 lembar senilai Rp 100 juta.
Selain itu, diberikan juga uang tunai kepada masing-masing oknum dewan
itu antara Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta. Pemberian terjadi pada waktu
semester pertama ditahun 2011, di Jakarta. Namun atas putusan hukum
tersebut, Murman mengajukan Peninjauan Kembali (PK), sedangkan Erwin dan
Ali mengajukan banding karena merasa tidak bersalah dan tidak terima
atas putusan tersebut.
Kronologis pemberian
suap,
dilakukan dengan cara; semua anggota dewan Seluma diundang ke rumah
pribadi sang bupati di Jakarta. 27 orang wakil rakyat yang datang
dicekoki sang bupati agar menyetujui Perda Proyek Multi Years. Sebagai
imbalannya diberi cek uang pelicin Rp 2,7 miliar lebih itu dengan 3
tahap. Selain itu, anggota dewan dijanjikan akan diberi uang lagi nanti
setelah proyek selesai dikerjakan 5 tahun, sebesar 5 persen dari
keuntungan PT PSP. Tugas tambahan 27 anggota dewan, diminta agar
sama-sama merahasiakan persekongkolan tersebut dan bersama esekutif
menggiring PT PSP milik keluarga bupati tadi sebagai pemenang tender,
hingga mempermudah proses serah terima pekerjaan setiap tahunnya sampai
tahun 2015 mendatang.
Sejak awal, Martoni dan
Suhandi sudah mulai mencium gelagat tidak baik dalam perencanaan proyek
multi years. Mulai dari pengajuan proposal Dinas Pekerjaan Umum kepada
DPRD, 2 jundi ini sudah gencar memberikan kritik dan solusi melalui
rapar-rapat dewan. Puncaknya, Fraksi Pelopor Bintang Keadilan Indonesia
(PBKI) tempat Martoni dan Suhandi bernaung di DPRD tak menyetujui
pengesahan Raperda Multi Years tingkatkan menjadi Perda, dengan
pertimbangan agar proyek sebesar Rp 381,5 miliar itu dikonsultasikan
terlebih dahulu ke Kementerian Keuangan RI. Tapi apalah daya, kekuatan
keduanya dalam sistem demokrasi kalah jauh dengan 28 kursi anggota dewan
lainnya. Hingga proyek yang terdiri dari 26 paket pekerjaan itu pun gol
tanpa penghalang berarti.
Gagal menggagalkan
persekongkolan ala syetan dengan frontal, Martoni dan Suhandi banting
setir, merubah strategi perlawanan dengan cara halus. Dimulai dengan
memberikan pengertian dan membujuk pihak terkait agar mengurungkan niat
berbahaya dan penuh dosa itu. Sama seperti perlawanan sebelumnya, upaya
ini juga gagal total. Akhirnya, Martoni dan Suhandi hanya mampu melawan
dengan bentuk selemah-lemahnya perlawanan. Mereka memilih
tak menghadiri undangan ke rumah pribadi bupati untuk menghindari
pemberian suap travel chek dan uang tunai. ”Jika kamu melihat
kemungkaran, maka ubahlah dengan tanganmu. Jika tak mampu, maka ubahlah
dengan lisanmu. Jika masih juga tak mampu, maka ubahlah dengan hatmui,
tapi itu selemah-lemahnya iman” (Al. Hadist).
Aroma
korupsi yang bak kentut—maksudnya kenyataannya ada, tapi tak dapat
dibuktikan dengan indera penglihatan—itu makin kentara tercium. Setelah
suap sudah dilancarkan, Perda sudah disahkan, lantas logika berpikir 2
kader dakwah itu pun menangkap aroma korupsi baru. Yang karena bak
perkara perampokan, suap puluhan miliar rupiah itu baru sebagai aksi
mengepung sasaran. Perampasan harta milik korban dilakukan saat
penyergapan nanti. Lantas, analisa tersebut seribu persen benar.
Nyatanya, ketika lelang proyek digelar, PT PSP keluar sebagai pemenang
dan mengantongi kontrak pekerjaan 26 paket proyek multi years
tersebut. Padahal perusahaan itu belum memenuhi kualifikasi untuk
mendapat pekerjaan sebesar Rp 381,5 miliar itu.
Tak
berhenti sampai di situ, setelah proyek multi years dilaksanakan,
Martoni dan Suhandi mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI
Perwakilan Provinsi Bengkulu melakukan audit terhadap fisik pembangunan.
Al hasil, dalam tahun anggaran pertama 2011 BPK telah menemukan
kerugian negara miliaran rupiah dalam proyek multi years tersebut. Dalam
LHP-nya (Laporan Hasil Pemeriksaan), BPK mencatat pekerjaan fisik
proyek multi years tahun anggaran petama 2011dengan gelontoran dana Rp
70 miliar, terjadi kekurangan volume. Bangunan infrastruktur jalan yang
dibayar mahal dengan uang rakyat dikerjakan tak memenuhi standar,
kontrak dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Hingga BPK-pun
merekomendasikan Pemerintah Daerah Kabupaten Seluma untuk meminta PT PSP
mengembalikan kerugian negara sebesar kekurangan volume fisik pekerjaan
tersebut.
Kiprah brilian yang dilakukan Martoni dan Suhandi
yang berisiko tinggi itu ternyata menjadi buah bibir di kalangan
masyarakat luas. Walau jika berkaca dengan hadist, perjuangan menolak
suap dan melawan korupsi itu tergolong upaya yang lemah, tapi bagi
masyarakat dewasa ini, perlawanan ala patriotisme bangsa itu sudah
menjadi penjuangan besar yang penuh ranjau, onak dan duri. Bahkan,
intimidasi mengerikan yang menaruhkan nyawa, sampai pengucilan sosial
dan ekonomi tak urung dihadapi baik terhadap pribadi, keluarga maupun
PKS di Seluma sendiri. Namun, terlepas dari besar atau kecilnya upaya
Martoni dan Suhandi itu, yang pasti mereka telah mendorong pengungkapan
korupsi di daerahnya dan memutus mata rantai potensi korupsi yang lebih
besar lagi. Dan mereka berhasil menyelamatkan uang negara dari aksi
perampokan penyamun-penyamun berdasi.
Dengan
begitu, PKS kembali menambah daftar kader gemilang yang dibutuhkan
bangsa dan umat. Martoni dan Suhandi telah menjadi mutiara kembar yang
dilempar ke lumpur tinja tapi ia tetap menujukkan kemilau jati diri
dakwah yang tangguh. Karena keberaniannya, Martoni dan Suhandi pun
menjadi idola yang paling dihormati di daerahnya dan dapat menjadi
inspirasi konsolidasi nasional untuk melawan korupsi. Bahkan karena
kecakapannya, keduanya seolah menjadi tokoh utama dalam cerita novel
yang mampu menimbulkan simpati pembaca.
//Titisan ’Umar & Usman’
WALAU
seperti mutiara kembar, Martoni dan Suhandi sama sekali berbeda. Yang
serupa hanya aqidah dan sikap istiqomah yang dimiliki keduanya dalam
memegang teguh prinsip dakwah syiyasi. Perbedaan mereka terkait perihal
kemapanan ekonomi keluarga dan lika-liku menemukan jalan dakwah. Satu
ditempah sejak usia belia, sedangkan yang satu lagi menemukan aqidahnya
setelah lama jauh dari ridho
Tuhannya.
Martoni sejak pendidikan di SMA,
fikrohnya sudah digembleng menjadi kader sejati dari didikan Pesantren
Roudhatul Ulum Ogan Ilir Sumatera Selatan yang memang milik ikhwah.
Lebih dari itu, lingkungan pergaulannya sehar-hari berada dalam
lingkaran komunitas orang-orang sholeh. Dia pun menikah dengan akhwat
yang sudah terbina tarbiyah, Partini, S.PdI, diusia 25 tahun seperti
usia Rasullulah Muhammad saw, di tahun 2006. Martoni pernah menjadi guru
pada pesantren Raudhatul Ulum Tais di kampungunya di Kelurahan Lubuk
Kebur Kecamatan Seluma Kabupaten Seluma. Dan sebelum menjadi anggota
legislatif, Martoni bekerja sebagai guru SDIT Al-Fikri Argamakmur
Kabupaten Bengkulu Utara.
Karena aktifitas
dakwahnya dari waktu ke waktu yang selalu padat, Martoni tak menggeluti
usaha bisnis untuk menopang ekonomi keluarga. Sehingga sampai menjadi
anggota dewan pun ia termasuk dalam kategori kader yang masih
kurang mapan ecara ekonomi. Ia dan keluarga pun masih terpaksa bersama
orang tua maupun mertuanya. Namun, dengan kondisi tersebut, Martoni
malah semakin menunjukkan kader PKS berkepribadian luhur, penuh
ketegasan dan dekat dengan rakyat kecil di tengah segala keterbatasan.
Pernah suatu ketika media massa lokal menggambarkan dengan merilis
berita Martoni jatuh dari sepeda motor sampai terguling-guling ketika
dalam perjalanan tugas kedewanan, hingga ia mengalami cidera
berdarah-darah. Keseharian Martoni memang jika berpergian memang
menggunakan motor butut. Dia tak punya mobil seperti para anggota dewan
lainnya, bahkan sampai tahun ketiga menjadi dewan, dipun belum mampu
membangun rumah sendiri. Padahal Martoni terlahir dan dibesarkan dari
keluarga terpandang dan berstatus sosial tinggi di kampungnya.
Sementara
itu, Suhandi kini merupakan kader terbaik PKS di Seluma dengan
kemapanan ekonomi keluarga yang kaya raya di kampungnya
di Desa Sukamaju Kecamatan Air Periukan, Seluma. Dia sosok ekonom lokal
yang merintis usaha dari nol, padahal dia dilahirkan dan dibesarkan di
lingkungan keluarga miskin dan kalangan masyarakat bawah. Dengan bisnis
jual beli hasil pekerbunan, Suhandi menjadi pengusaha daerah yang
menyuplay pabrik kopi di Medan dan di Surabaya dari Bengkulu. Belum lagi
usaha mini market, restoran serta kebun karet, sawit dan kopi yang
menghampar luas. Sehingga Suhandi dan keluarga pun bisa menjadi
perantara Allah swt dalam memberikan pekerjaan kepada puluhan orang di
sekitarnya. Harta benda dan kendaraan yang banyak yang dimilikinya
selalu terbuka digunakan untuk keperluan dakwah.
Perjalanan
hidup Suhandi selain pernah jauh dari kasih sayang Allah, ia pun sudah
pernah jatuh bangun dalam merintis usaha. Memulai usaha sejak bujangan
dengan membuka warung kecil-kecil pada tahun 1994 bermodal Rp 1 juta
uang pinjaman dari rentenir. Setelah 2
tahun berjalan, Suhandi malah merubah usaha menjadi rentenir berkedok
Badan Usaha Koperasi Keliling yang legal karena merasa telah menjadi
korban rentenir. Hasilnya ketika masih jahiliyah itu, usahanya maju
pesat. Tapi, baru 4 tahun usaha berkembang, Allah menyelamatkan Suhandi.
Ginjalnya disakitkan oleh Allah, hingga ia tak dapat lagi menjalankan
usaha karena harus berobat intensif selama 4 bulan. Akibatnya, seluruh
uang modal miliknya yang sudah disebar dipinjamkan dan bunga pada
nasabah tak bisa ditagihnya. Dalam Suhandi punn jatuh bangkrut. Tapi
penyakit ginjalnya saat itu berhasil disembuhkan total.
Disaat
kondisi bangkrut, Suhandi berani memutuskan diri untuk menikah dengan
Yusnawati sang kembang desa pilihannya yang masih jauh dengan karakter
seorang akhwat. Ia juga menikah diusia seperti nabi 25 tahun, pada tahun
1998. Sejak pengantin baru, Suhandi mengajak sang istri kembali
merintis usaha dengan membuka warung
kecil-kecilan dan melakoni jual beli hasil perkebunan. Hasilnya, dalam
kurun waktu 10 tahun menggeluti bisnis, sampai 2008 Suhandi sudah
menjadi saudagar kaya raya yang dikarunia harta berlimpah.
Seiring
dengan peningkatan status sosial, menjelang pemilu 2009 dia dilirik
banyak parpol untuk diajak berpolitik, tapi ketika itu Suhandi sangat
antipati terhadap politik. Baginya, politik itu kotor, penuh kebohongan
dan hanya mencari kekuasaan dengan cara mengibuli rakyat. Semua tawaran
politik ditolaknya mentah-mentah. Suhandi pun ketika itu memasang niat
kuat-kuat untuk tidak pernah berdekatan dengan partai politik manapun.
Tapi kemudian, suatu waktu di tahun 2000, Suhandi diajak mengikuti
pengajian tarbiyah oleh temannya sesama jamaah masjid di dekat rumahnya,
H Edi (alm) dan Ketua DPD PKS Kabupaten Seluma ketika itu, Imanudin,
SP.
Ajakan 2 orang kader PKS untuk ngaji itu
diikuti sekali oleh
Suhandi. Lantas, setelah itu ia merasa tertantang untuk mendebat
sejumlah materi kajian yang diterimanya. Dia pun mengajak istrinya untuk
ikut pengajian yang sama untuk melakukan hal serupa, mendebat. Hingga
dia dan istrinya pun rutin datang sekali seminggu dalam ’liqo’. Setelah
sering mengikuti pencerahan dan melalui diskusi-diskusinya di rumah
bersama sang istri, malah Suhandi dan istri merasa cocok dengan metode
dakwah yang dilakukan PKS. Diapun menjadi paham kalau PKS bukanlah
parpol semata-mata yang bertujuan meraih kekuasaan dan kepentingan
duniawi, tapi lebih dari itu kekusaaan yang ingin dicapai melalui
politik untuk keperluan menjalankan amanah dakwah. Akhirnya, dalam waktu
singkat pria bertubuh kurus, selalu berpenampilan sederhana dan suka
membantu sesama itu pun minta dibai’at untuk berkomitmen ikut berdakwa
bersama PKS.
Menyimak pribadi mutiara kembar
dari Kabupaten Seluma, Bengkulu ini seakan
mengarahkan ingatan kepada sosok sahabat nabi; Umar Bin Khatab dan
Usman bin Affan. Martoni dan Suhandi seakan mengikuti jejak 2 khalifah
itu. Ketegasan dan sikap konsisten Martoni menolak suap dan melawan
korupsi di tengah segala keterbatasan seakan mendapat titisan sikap
benar dan tegasnya Umar. Sedangkan Suhandi yang begitu komitmen dengan
dakwah, ketika diterpa badai gogaan suap dan korupsi, dia tak tergoda
sama sekali karena selain pengaruh iman dan Islam yang tebal membaja,
juga didukung kecukupan harta yang seakan mengikuti jejak Usman. Mungkin
besarnya uang suap dan korupsi proyek Multi years di Seluma belum
melampaui harta yang Suhandi genggam. [..] Semoga Istiqomah Sampai Mati
!
Referensi:
Biodata Martoni
Nama : Martoni, S.HI
Jabatan : 1. Anggota DPRD Seluma
2. Wakil Ketua DPD PKS Seluma
Pendidikan : Sarjana Hukum Islam STAIN Bengkulu
TTL : Bengkulu 27 Maret 1981
Alamat : Kelurahan Lubuk Kebur, Tais
Kabupaten Seluma.
Nama Istri : Partini, S.PdI
Anak : 1. Falisha Imani Salwa
2. Jahidah Nur Adilla
Nama Ayah : Saidina Umar
Nama Ibu : Ernawati
Organisasi:
- OP3RU Pontren Raudhatul Ulum Sumatera Selatan
- KAMMI Komisariat STAIN Bengkulu
- MUI Kabupaten Seluma
- Muhammadiyah
Biodata Cu’ek
Nama Panggilan: Haji Cu’ek
Jabatan : 1. Anggota DPRD Seluma
2. Bendahara DPD PKS Seluma
Pendidikan : Sarjana Administrasi Negara
TTL : Desa Padang Capo, 16 Juni 1973
Alamat : Desa Sukamaju Kecamatan Air Periukan, Seluma.
Nama Istri : Hj Yusmaini
Anak : 1. Faras Hadin (SMPIT Al Hasanah Bengkulu)
2. Lufhia Salsabila (Pontren Hasnul Halim Kuningan)
3. Shafah Nafisah (SDIT Al Hasanah Bengkulu)
Nama Ayah : Abdahu
Nama Ibu : Yama
Saudara : 6 Bersaudara.
0 komentar:
Posting Komentar