Ilustrasi. sumber foto : (http://spmodels.net/alqadri/) |
"Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-'A`raf [7] : 31)
Data
epidemiologi menyebutkan bahwa angka kejadian (prevalensi) sindrom metabolik di
dunia adalah 20–25%. Hasil penelitian Framingham
Offspring Study menemukan bahwa pada responden berusia 26–82 tahun terdapat
29,4% pria dan 23,1% wanita menderita sindrom metabolik1. Sedangkan
penelitian di Perancis menemukan angka kejadian sindrom metabolik sebesar 23%
pada pria dan 21% pada wanita2. Data dari Himpunan Studi Obesitas
Indonesia (HISOBI) menunjukkan bahwa di Indonesia sendiri angka kejadian
sindrom metabolik sebesar 13,13%.
Obesitas (kegemukan) menjadi masalah di
seluruh dunia baik di negara maju maupun negara berkembang karena prevalensinya
yang meningkat pada orang dewasa dan anak. Indonesia sebagai negara berkembang
juga memiliki prevalensi yang cukup besar pada sindrom metabolik ini. Hal ini
terlihat dari penyebab kematian utama di Indonesia yaitu jantung koroner dan stroke yang merupakan akibat dari sindrom
metabolik.
Sindrom
metabolik sendiri dapat didefinisikan sebagai kelainan metabolik kompleks yang
disebabkan terutama oleh kelebihan nutrisi yang masuk dalam tubuh seseorang3.
Secara gamblang dapat dikatakan kelebihan nutrisi ini akan memicu obesitas yang
merupakan cikal bakal dari penyakit degeneratif seperti diabetes melitus,
hipertensi, jantung koroner dan stroke.
Hal sederhana, makan berlebihan ternyata dapat berdampak luas dalam proses
metabolisme tubuh. Ringkasnya, kelebihan asupan nutrisi terutama berupa molekul
glukosa dan lemak, akan memicu terjadinya peningkatan lemak sel serta dapat
terjadi resistensi insulin. Kondisi ini terjadi ketika telah dikeluarkan hormon
insulin tetapi reseptor hormon tersebut telah menjadi resisten sehingga sinyal yang
diterima sel seolah-olah seperti tidak terdapat hormon insulin. Padahal, hormon
tersebut merupakan salah satu penanda bahwa sel telah berada dalam kondisi yang
berkecukupan. Resistensi insulin ini merupakan pangkal dari kasus diabetes
melitus tipe 2.
Hal ini juga dapat menyebabkan terbentuknya plak pada pembuluh
arteri yang dapat berakibat pada jantung koroner dan stroke. Dengan demikian,
tergambarlah dampak jangka panjang dari kegiatan makan secara berlebihan. Jika
kita termasuk yang melaksanakan perintah Allah seperti yang termaktub dalam QS.
Al-'A`raf [7] : 31 tentu kita akan terhindar dari faktor resiko ini.
Kelebihan asupan nutrisi pada kasus obesitas
salah satunya dapat disebabkan karena belum optimalnya seseorang memimpin
aktivitas seluler yang terjadi di dalam tubuhnya. Padahal, setiap orang
sejatinya adalah seorang pemimpin, paling tidak untuk dirinya sendiri. Sebelum
masuk ke dalam ranah kepemimpinan lebih besar yang melibatkan lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara tentu seseorang harus telah berhasil
mengatur dan memimpin dirinya sendiri. Salah satu dari kegiatan memimpin
tersebut adalah kegiatan memimpin sel dalam
ranah menjaga homeostasis atau keseimbangan pada proses metabolisme tubuh.
Kegiatan memimpin sel sebenarnya dimulai dari
mencoba memahami bahasa sel. Hal sederhana yang seringkali dilewatkan banyak
orang. Jika suatu ketika sedang makan dan terasa kenyang maka itu berarti
asupan nutrisi telah terlalu banyak sehingga yang harus segera dilakukan adalah
berhenti makan. Pada saat pengukuran konsentrasi glukosa darah dan ternyata
ditemukan konsentrasinya yang meningkat merupakan isyarat untuk mengurangi
konsumsi glukosa/ gula yang masuk ke tubuh. Lemak tubuh yang bertambah ditandai
dengan diameter perut yang membesar ataupun bobot tubuh yang bertambah
merupakan isyarat dari sel bahwa masih terdapat banyak cadangan makanan di
dalam tubuh yang belum terpakai.
Masukkan nutrisi secukupnya saja dan kurangi
timbunan lemak dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga. Setelah
memahami bahasa sel pada tahapan ini, langkah memimpin sel yang seharusnya dilakukan adalah mendukung aktivitas
seluler yang sedang diupayakan dan diperjuangkan oleh sel-sel tubuh.
Aktivitas
olahraga yang tepat seharusnya telah naik skala prioritas untuk dilaksanakan
dalam kondisi ini. Olahraga rutin selama 30 menit setiap harinya dapat membantu
mengurangi lemak intrasel tubuh. Selain itu, pengontrolan asupan nutrisi yang
masuk ke dalam tubuh serta pelaksanaan puasa dapat membantu dalam kegiatan memimpin sel terutama berkaitan dengan
tindakan pencegahan serta penanganan timbulnya sindrom metabolik.
Zat gizi yang
masuk seperti glukosa maupun lemak yang masuk ke dalam tubuh sedapat mungkin
dikontrol serta disesuaikan dengan aktivitas harian yang dilakukan. Puasa
idealnya sebanyak dua hari setiap pekannya telah dibuktikan dapat membantu
menstimulasi dibentuknya enzim-enzim yang berperan ke arah reaksi katabolisme
–pemecahan molekul menjadi molekul yang lebih sederhana- sehingga dapat
membantu mendegradasi timbunan lemak maupun glukosa di dalam tubuh. Puasa
bahkan sekarang telah dijadikan salah satu metode terapi bagi penderita
diabetes melitus tipe 2 untuk mengembalikan fungsi reseptor hormon insulin agar
kembali normal.
Mari bersama-sama berupaya
seoptimal mungkin memimpin sel untuk
Indonesia yang lebih sehat. Kelebihan makanan tapi tak ingin dibuang sedangkan
perut telah kenyang? Tengok kiri tengok kanan, mungkin ada tetangga yang belum
makan
Penulis :
Elvira Yunita, S.Si
-----------------------------
Daftar Pustaka
1. Stern
M, Williams K, Gonzalez-Villalpando C. Does the metabolic syndrome improve
identifi cation of individuals at risk of type 2 diabetes and/or cardiovascular
disease?. Diabetes Care.
2004;27(11):2676-81.
2. Ford
ES, Giles WH, Dietz WH, 2002. Prevalence of the Metabolic Syndrome Among US
Adults. Finding from the Third National Health and Nutrition Examination Survey.
Journal American Medical Association.
287(20): 356–59.
3. Widjaya
A. 2004. Obesitas dan Sindrom Metabolik. Jurnal
Cardiology. 2(4): 1–16.
0 komentar:
Posting Komentar