M Nasruddin
Kolomnis BeningPost
Indo Barometer baru saja merilis hasil survei mengenai elektabilitas
parpol saat ini, atau hanya sekitar satu tahun menjelang Pemilu di
gelar. Dalam survei yang disponsori oleh PDIP tersebut PDIP dan Golkar
berturut-turut menduduki posisi pertama dan kedua dengan perolehan
masing-masing 18.8% dan 17.5 %.
Hal menarik dari hasil survei tersebut adalah Partai Demokrat dan PKS terpuruk dengan perolehan masing-masing 4.8% dan 1.9%.
Angka perolehan PD yang hanya 4.8%, anjlok dari hampir 21% pada pemilu
2009, mungkin tidak terlalu mengejutkan mengingat mega skandal korupsi
Hambalang yang mendera partai ini dan menyeret sejumlah petinggi partai
termasuk sang Ketum cerdik Anas Urbaningrum.
Perolehan PKS hanya 1.9%? BeningPost meragukan hal ini. Meskipun PKS
sendiri tengah pusing dengan skandal suap impor sapi yang juga menggusur
presiden alias ketumnya Luthfi Hasan Ishaq (LHI), PKS adalah partai
kader yang memiliki captive market sendiri sehingga partai yang juga
mengklaim partai dakwah ini tidak akan pernah benar-benar terpuruk.
Malah saya memperkirakan PKS akan menjadi pemenang di Pemilu 2014 dengan
beberapa alasan.
Pertama, PKS adalah partai yang ideologinya benar-benar bisa
menggerakkan. Dalam beberapa kolom sebelumnya saya menyebut bahwa PKS
yang memiliki basis pendukung Islam Sunni-Wahabi konservatif sangat
mirip dengan Partai Republik di AS yang mengandalkan dukungan basis
utama kelompok Kristen kulit putih konservatif.
Fakta sejarah menunjukkan, sejatuh-jatuhnya Partai Republik, mereka
selalu berhasil menghimpun kekuatan untuk bisa bangkit kembali dan
merebut kekuasaan dari Partai Demokrat [AS bukan Indonesia].
Salah satu faktor penentunya adalah kekuatan ideologi kelompok ultra
konservatif, di samping sokongan dana dari kelompok superkaya yang
secara tradisional lebih condong memilih Partai Republik. Partai
Demokrat kini bisa mengimbangi Partai Republik di pemilu-pemilu karena
mereka juga memiliki dukungan dari kelompok ultra-liberal dan sokongan
dana dari miliuner-miliuner perusahaan teknologi dan selebriti/pengusaha
Hollywood yang merasa terancam dengan agenda-agenda kelompok
konservatif.
Kedua, PKS jauh mengungguli PD dalam crisis management. Ketika PD
bertindak sangat lambat dalam menangani kasus korupsi Hambalang,
terutama dalam hal penggusuran Anas, PKS bertindak sangat cepat dalam
menangani kasus skandal suap impor sapi yang melibatkan LHI.
Tanpa harus menunggu lama dan melakukan tindakan cover-up, LHI langsung
diminta mengundurkan diri, kemudian PKS melakukan tobat nasional dan
memanfaatkan momentum Milad ke-15 di Semarang untuk konsolidasi
internal. Tindakan cepat ini merupakan langkah cerdas untuk memulihkan
citra partai. Saya pribadi yang apatis dengan semua parpol angkat topi
dengan langkah PKS ini.
Ketiga, keberhasilan PKS memenangkan pilkada Jabar dan Sumut menjadi
sumber energi baru bagi 'the base' alias basis pendukung PKS yang sempat
nglokro. Dengan keberhasilan di dua Pilgub basis pendukung PKS kini
memiliki semangat penakluk ala Janghis Khan. Bahkan PKS kabarnya optimis
bisa memenangkan Pilgub Jateng karena sukses menggaet Wagub Jateng dan
'kader yang terbuang' dari PDIP, Rustiningsih, sebagai vote getter.
Dengan ketiga faktor di atas, dan beberapa faktor lain yang saya akan
coba bahas di kolom mendatang, saya berani mengatakan PKS bisa menjadi
pemenang pemilu di 2014.
'Pemenang' di sini bukan berarti PKS akan memperoleh kursi terbanyak di
pemilu legislatif, atau kader PKS akan memenangi pilpres 2014. PKS
hampir mustahil meraih kursi terbanyak di parlemen atau manjadikan Anis
Matta atau Hidayat Nurwahid menjadi presiden. Tapi PKS bisa meraih kursi
signifikan--8% - 10%-- di parlemen sehingga capres dari partai manapun
mau berkorban apa saja untuk menggaet PKS demi mencapai treshold capres
20%.
Dalam pemilu AS, PKS bisa seperti negara bagian Ohio. Dengan electoral
vote hanya 18, jauh lebih rendah dari Florida dengan electoral vote 29,
Ohio menjadi negara bagian kategori swing state yang paling menentukan
dari sekitar 10-12 swing states atau battleground states dalam pilpres
AS.
Jika pilpres AS 2012 yang melibatkan 50 negara bagian diibaratkan perang
maka perang yang sebenarnya hanya terjadi di Florida, Ohio, Nevada,
Colorado, Iowa, Michigan, Virginia, Pensylvania, Wisconsin, North
Carolina and New Mexico. Dan peperangan berakhir ketika hasil quick
count menunjukkan Obama menang tipis atas Romney di Ohio.
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi PKS untuk bisa menjadi seperti
partai penentu seperti halnya Ohio. Saya akan akan mencoba membahas
dalam kolom-kolom mendatang.
Atau mungkin pembaca BeningPost dari lingkaran dalam PKS tertarik untuk
mendiskusikan hal ini sambil ngopi-ngopi di kantor redaksi BeningPost?
Mari.
0 komentar:
Posting Komentar