dakwatuna.com - Penetapan Presiden Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka dalam kasus impor
sapi merupakan hak dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun demikian, hal ini memicu pertanyaan besar dari sementara pengamat.
“Sebagai pengamat saya punya hak bertanya kepada KPK. Kalau Presiden PKS langsung ditetapkan sebagai tersangka, mengapa Ketua Umum Demokrat belum juga diproses padahal sudah puluhan orang dipanggil untuk dimintai keterangan,” kata pengamat politik AS Hikam (Kamis, 31/1).
Karena itu, Hikam menyamakan Abraham Samad dan juga KPK dengan Nasaruddin Hoja, sosok yag ada dalam cerita humor dari Timur Tengah.
Suatu malam, Hoja mencari-cari sesuatu di jalan raya yang diterangi lampu. Hal ini menarik perhatian sementara orang, dan mereka bertanya kepada Hoja, apa yang dilakukan di jalan raya. Hoja menjawab bahwa ia sedang mencari kunci yang hilang. Si penanya bertanya lagi kepada Hoja, dimana kunci itu hilang. Hoja pun menjawab kuncinya hilang di dalam rumah. Si penanya heran, dan bertanya, mengapa mencari kunci di jalan padahal hilangnya di rumah. Dengan ringan, Hoja menjawab: “Soalnya di rumah gelap, di jalanan sini terang!”
Kata Hikam, perilaku Abraham Samad dan KPK ini seperti Hoja. Sudah jelas ada kasus besar yang disembunyikan di tempat gelap gulita, namun KPK malah memilih tempat yang terang-terang saja.
“Jangan-jangan Luthfi ini barang yang salah dicari, he he. Bukan saya curiga ke KPK, tapi saya berhak bertanya ke KPK. Syukur kalau KPK bisa menjelaskannya,” demikian Hikam. [yayan sopyani al hadi/rmol]
AS Hikam |
“Sebagai pengamat saya punya hak bertanya kepada KPK. Kalau Presiden PKS langsung ditetapkan sebagai tersangka, mengapa Ketua Umum Demokrat belum juga diproses padahal sudah puluhan orang dipanggil untuk dimintai keterangan,” kata pengamat politik AS Hikam (Kamis, 31/1).
Karena itu, Hikam menyamakan Abraham Samad dan juga KPK dengan Nasaruddin Hoja, sosok yag ada dalam cerita humor dari Timur Tengah.
Suatu malam, Hoja mencari-cari sesuatu di jalan raya yang diterangi lampu. Hal ini menarik perhatian sementara orang, dan mereka bertanya kepada Hoja, apa yang dilakukan di jalan raya. Hoja menjawab bahwa ia sedang mencari kunci yang hilang. Si penanya bertanya lagi kepada Hoja, dimana kunci itu hilang. Hoja pun menjawab kuncinya hilang di dalam rumah. Si penanya heran, dan bertanya, mengapa mencari kunci di jalan padahal hilangnya di rumah. Dengan ringan, Hoja menjawab: “Soalnya di rumah gelap, di jalanan sini terang!”
Kata Hikam, perilaku Abraham Samad dan KPK ini seperti Hoja. Sudah jelas ada kasus besar yang disembunyikan di tempat gelap gulita, namun KPK malah memilih tempat yang terang-terang saja.
“Jangan-jangan Luthfi ini barang yang salah dicari, he he. Bukan saya curiga ke KPK, tapi saya berhak bertanya ke KPK. Syukur kalau KPK bisa menjelaskannya,” demikian Hikam. [yayan sopyani al hadi/rmol]
0 komentar:
Posting Komentar