DPW PKS Bengkulu dan Wartawan Media Bengkulu |
KMGP- Upaya untuk mendukung
film Ketika Mas Gagah Pergi, DPW PKS BENGKULU mengadakan Nonton Bareng (NOBAR)
di bioskop 21 Mega Mall Bengkulu, Minggu (24/01).
Kegiatan NOBAR DPW PKS
Bengkulu dilaksanakan hari ini Pkl.18.40 Wib (b’da magrib). Peserta NOBAR
berasal dari dari ALEG PKS, Pengurus, Komunitas-komunitas di Bengkulu, jurnalis
dan masyarakat Bengkulu yang menang kuis tiket gratis Nobar KMGP yangmana telah
dipublikasikan pada laman fanpage DPW PKS BENGKULU beberapa hari yang lalu.
Ketua
DPW PKS Bengkulu Sujono, SP, M.Si menyampaikan apresiasinya atas film KMGP yang
sudah hadir ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Menariknya, film ini mengedepankan
nilai-nilai social dan religious yang baik. Film ini merupakan film yang
positif dan patut untuk ditonton masyarakat, mengingat fenomena sekarang banyak
sekali pemuda-pemudi kita yang salah arah dalam pergaulan dan terpengaruh atas
lingkungan yang tidak sehat sehingga menjadikan mereka lalai dan rusak akal serta
moralnya. Untuk itu saya sangat merekomendasikan film ini untuk ditonton bukan
hanya untuk remaja saja namun orang tua juga perlu mengetahui karena orangtua
sebagai titik sentral didalam keluarga dalam membina anak-anaknya. Semoga ada
hikmah disetiap kejadian, terutama selepas menonton KMGP ini ada sisi positif
yang didapat dan dapat diterapkan dalam kehidupan kita,
Ketika Mas Gagah Pergi
(KMGP) merupakan novellet legendaris karya Helvy Tiana Rosa, yang ditulis tahun
1992 dan diterbitkan pertama kali tahun 1997. Kini buku KMGP sudah cetak ulang
39 kali oleh 3 penerbit dan diperkirakan telah dibaca jutaan orang. KMGP
bercerita tentang hubungan keluarga, hijrah dan keindahan Islam. Beragam tokoh
muda yang muncul kerap menyerukan kebaikan dan kecerdasan pemuda-pemudi Islam. Kini,
KMGP “dipinang” untuk dialihkan ke film layar lebar. Skenario di-percayakan
kepada penulis skenario dan sutradara film dokumenter Fredy Aryanto. Untuk
sutradara, Helvy Tiana Rosa, sang penulis, mempercayakannya kepada Firmansyah.
Film yang akan diproduksi oleh PT Indobroadcast & Aksi Cepat Tanggap (ACT)
ini akan diperankan oleh Hamas Syahid, Masaji Wijayanto, dan Izzatun Niswah
Ajrina.
KMGP bercerita tentang seorang Gita penyuka puisi
yang tomboy, selalu bangga pada Mas Gagah, abang yang menurutnya nyaris
sempurna. Gagah tampan, cerdas, modern dan selalu menjalankan sholat tepat waktu.
Sejak Ayah mereka meninggal, Gagah sembari kuliah, membantu Mama jadi tulang
punggung keluarga. Untuk keperluan kuliahnya, Gagah pergi ke Maluku Utara,
membantu dosen pembimbing skripsinya menyempurnakan konsep pembangunan menara
pemancar di sana. Gagah sempat hilang kontak, saat ia masuk ke wilayah
pedalaman dan mengalami kecelakaan. Gita dan Mama sempat panik, tapi reda
setelah komunikasi dengan Gagah pulih kembali. Akibat kecelakaan, Gagah dirawat
oleh Kyai Ghufron, pemimpin pesantren yang bersahaja dan sangat dihormati di
wilayah Maluku Utara. Gagah takjub dengan kehidupan yang dijalani Kyai Ghufron
dan merasakan pancaran kharismatiknya
Selama
Gagah pergi, Gita beberapa kali bertemu sosok misterius di jalan, tepatnya di
bus, kereta api dan tempat-tempat lainnya. Sosok ini masih muda. Ia gemar
mengajak orang-orang pada kebaikan, mencerahkan dan menguatkan setiap orang
yang ia temui, termasuk di area pemukiman warga yang terkena musibah dan selalu
menjadi orang yang paling dulu membantu mereka yang membutuhkan. Sosok yang
kemudian dikenal sebagai Yudi ini melakukan aksinya dengan enerjik, kadang
kocak menghibur, menyentuh dan membawa perenungan, namun selalu menolak
pemberian uang. Gita penasaran tapi ia tak merasa perlu untuk tahu lebih lanjut
tentang Yudi.
Setelah
dua bulan di Maluku Utara, akhirnya Gagah kembali ke rumah. Betapa terkejutnya
Gita karena Gagah berubah sama sekali. Gagah kini terlihat sangat bersemangat
menjalankan ajaran Islam, dan kerap menasihati Gita untuk menjalankan
perintah-perintah agama. Gita sebal. Pada matanya, Gagah terlihat norak dan
fanatik. Ia mulai “memusuhi” Gagah. Gagah pantang menyerah. Ia terus berusaha
dekat dengan Gita dan juga Mama, untuk mengajak dua orang yang ia cintai itu
untuk lebih mengenal keindahan Islam. “Islam itu indah. Islam itu cinta,”
adalah hal yang selalu disampaikan Gagah pada Gita. Gita juga bertambah syok
karena sahabatnya Tika, kemudian memakai jilbab dan menasehatinya, persis
seperti Mas Gagah. Tika memutuskan berjilbab karena salut dengan keteladanan
kakak sepupunya; Nadia yang justru mengenakan jilbab saat kuliah di Amerika
Serikat.
Ceramah-ceramah
Yudi yang sederhana dan mengena, keberadaan Tika serta Nadia, perlahan turut
menggugah kesadaran Gita agar berbaikan kembali dengan abangnya. Gita mulai mau
mendengarkan Gagah dan jalan bareng lagi. Gita juga senang diajak Gagah ke
“Rumah Cinta”, rumah singgah penuh buku yang pelan-pelan dibangun Gagah untuk
anak-anak dhuafa di pinggiran Jakarta. Di sana ia menikmati persahabatan Gagah
dengan Urip, Asep dan Ucok, mantan preman yang insyaf dan mengelola tempat
tersebut. Saat kian dekat dengan Gagah, Gita memutuskan akan memberi kejutan
pada abangnya tersebut dengan memakai jilbab di hari ulangtahunnya yang ke 18.Sayang,
kerusuhan yang direkayasa oknum preman, menggagalkan niat baiknya itu.
(Humas/DPW)
0 komentar:
Posting Komentar